MENGGAGAS PETA MATEMATIS PERTIMBANGAN PERKARA PERMOHONAN DISPENSASI KAWIN DAN PERCERAIAN
A. Pendahuluan
Tulisan ini hanya mengantarkan ke sebuah peta matematis berupa rumusan pertimbangan hakim dalam perkara permohonan dispensasi kawin dan perceraian. Ide dari tulisan ini adalah mengkonversi pokok-pokok keadaan atau fakta yang seringkali ditemukan dalam persidangan kemudian menjadikannya sebuah variabel-variabel rumusan perhitungan yang dapat diukur.
Ide ini penulis gagas karena latar belakang ilmu eksakta yang cukup mengakar kuat sebelum menjadi seorang hakim. Sekali lagi, ini hanya rumusan pribadi tetapi penulis sangat bersyukur sekali apabila dengan tulisan ini dapat memancing rumusan perhitungan lain yang lebih valid.
Acapkali narasi hakim dalam putusan/penetapannya belum menggunakan “pertimbangan terukur dan tervalidasi”. Hal ini wajar karena karakter dari ilmu hukum itu sendiri adalah ekspresi kebebasan dan tafsiran sosial. Sementara ada beberapa istilah seperti jurimetri, hal ini menandakan bahwa geliat ilmu hukum membutuhkan penyegaran dan kekuatan argumentasi melalui “rumusan angka yang pasti”.
Permohonan dispensasi kawin dan sengketa perceraian bagi hakim peradilan agama adalah perkara yang sudah sangat lazim sebagai “makanan pokok”. Hanya saja bagaimana cara memasak makanan pokok itu dan menghidangkannya lebih menarik dan lebih berargumentasi, perlu kita agendakan lebih lanjut. Seperti dalam tulisan ini, bisa saja dikomentari positif atau negatif. Hanya saja tidak ke arah sana fokus penulis. Sebagai sebuah ilmu, hukum pun perlu digeser perlahan agar bisa menemukan corak yang khas dan bergaya unik sesuai dengan pikiran manusia itu sendiri. Artinya, adalah hak seorang hakim menemukan cara terbaik meyakinkan dirinya sendiri dan orang yang membaca putusannya.
Bagaimana ide itu bisa diterapkan dalam perkara permohonan dispensasi kawin dan perceraian? berikut penjelasannya.
B. Pembahasan
1. Permohonan Dispensasi Kawin
Pertama dalam perkara permohonan dispensasi kawin. Penulis tidak perlu membawa referensi aturan hukumnya pada tulisan ini, karena itu sudah dihidangkan dalam tulisan lain. Kita hanya perlu membedah beberapa hal pokok dengan pisau operasi nalar yang tajam. Misalnya, yang menjadi titik kritis dalam permohonan dispensasi kawin adalah menemukan, menterjemahkan, dan mengoperasionalkan dalam pertimbangan yaitu kepentingan terbaik bagi anak, alasan darurat, kemampuan menikah dan resiko perkawinan bagi anak.
Masalahnya adalah 4 (empat) indikator tersebut masih ditelaah dari berbagai sudut seperti gender, sosial, agama, dan lain sebagainya. Lalu sebagai seorang penyuka rumus dan angka maka penulis ingin mempetakan indikator yang empat tadi ke dalam rumusan yang pasti dengan nilai angka tertentu sebagai berikut:
Pertimbangan Dispensasi Kawin adalah Penjumlahan Variabel Kepentingan Terbaik Bagi Anak dan Variabel Kemampuan Menikah dikalikan dengan hasil bagi rata-rata alasan mendesak dan rata-rata resiko terbesar bagi anak
Unsur:
P.DK = Pertimbangan Dispensasi Kawin
KA = Kepentingan Terbaik Bagi Anak
xÌ… AD = Rata-Rata Alasan Mendesak
xÌ… R (risk) = Rata-Rata Resiko Terbesar Bagi Anak
B (ba’ah) = Kemampuan menikah
Hasil Hitung dan Interval
Kurang dari 30 = Pertimbangan menolak semakin besar
30-60 = Pertimbangan dapat ditolak/dikabulkan
Lebih dari 60 = Pertimbangan mengabulkan semakin besar
A. Unsur Kepentingan Terbaik Bagi Anak (K.A)
Dalam indikator ini maka unsur-unsurnya adalah, legal standing Pemohon, perbedaan usia anak dan calon, tempat tinggal pasca menikah, status pendidikan anak, usia anak, penerimaan rencana perkawinan di masyarakat, bimbingan perkawinan terhadap anak dan calon, pilihan hidup anak selain menikah, serta perbaikan sumber daya manusia pasca menikah. Kepentingan terbaik bagi anak ini kita beri kode (K.A).
B. Unsur Kemampuan Menikah/Ba’ah (B)
Dalam indikator ini maka unsur-unsurnya adalah, pekerjaan tetap calon suami, penghasilan suami berbanding upah minimum, kemampuan menjalankan ibadah, keterampilan pendukung dalam menopang ekonomi keluarga, kemampuan calon istri mengurus urusan rumah/domestik, adanya tempat tinggal yang tetap pasca menikah, adanya dukungan keberlanjutan pendidikan atau peningkatan keterampilan kerja, adanya rekomendasi ahli, jaminan kesehatan dan persiapan melahirkan, telah direncanakan dan dibiayai proses pra menikah. Unsur kemampuan menikah ini kita beri kode (B).
C. Unsur Rata-Rata Resiko/Risk (xÌ… R)
Dalam indikator ini maka unsur-unsurnya adalah, adanya ancaman/paksaan, resiko kesehatan, halangan perkawinan, berhentinya pendidikan, resiko ekonomi, resiko psikis, rekomendasi tidak dinikahkan, usia anak jauh di bawah 16 tahun, adanya pengalaman anak atau calon melalukan tindak pidana, dan resiko lain. Unsur rata-rata resiko ini kita beri kode (xÌ… R).
D. Unsur Rata-Rata Alasan Mendesak (xÌ… AD)
Dalam indikator ini maka unsur-unsurnya adalah, adanya kehamilan, rekomendasi menikah, adanya aktifitas seksual yang berulang, tuntutan hukum adat/sanksi sosial masyarakat, aktifitas asmara lebih dari 2 tahun, telah diadakannya pertunangan dan dukungan norma adat, adanya rencana perkawinan di bawah tangan apabila ditolak, dan sebagainya. Unsur rata-rata alasan mendesak ini kita beri kode (xÌ… A.D).
Setelah ditentukan indikator dari keempat unsur tersebut maka selanjutnya dipetakan nilai/bobot masing-masing sebagai berikut :
K.A. (Kepentingan Terbaik Anak)
B. (Ba’ah/Kemampuan Pernikahan)
C. xÌ… R. (Rata-Rata Risk/Resiko)
Dijumlahkan kemudian dibuat rata-rata
D. xÌ… A.D (Rata-Rata Alasan Mendesak)
2. Sengketa Perceraian
Kedua dalam perkara perkara perceraian baik itu cerai talak maupun cerai gugat. Sama seperti pembahasan dispensasi kawin maka Penulis tidak perlu membawa referensi aturan hukumnya pada tulisan ini, karena itu sudah dihidangkan dalam tulisan lain. Kita hanya perlu menghidangkan beberapa kondisi yang pokok dengan mengacu pada indikator pecah rumah tangga (broken marriage). Sebelum dihidangkan beberapa indikator dan unsur dalam rumusan perhitungan nilai intensitas pecah rumah tangga terlebih dahulu penulis berikan sebuah skema berpikir mengenai aturan perceraian dalam SEMA 1 Tahun 2022 -Rumusan Kamar Agama 1.b.2)
Cara menghitungnya adalah:
- Temukan kondisi sesuai indikator setiap angka, misal pada angka 1 ternyata ditemukan indikator telah adanya upaya damai oleh keluarga maka nilainya adalah 10. Kemudian di kolom fakta berikan nilai 10. Lanjutkan sampai indikator ke 8 (delapan).
- Jumlahkan seluruh angka dari delapan indikator dan bagi hasilnya dengan nilai maksimum. Misalkan didapat total sejumlah 80 maka dibagi 110 lalu dikali 100% maka didapat hasil 72%.
- Kesimpulan tersebut adalah persentasi tingkat broken marriage yang ditafsirkan sebagai katagori sedang karena berada di interval 56-75%.
- Setelah didapatkan katagori tersebut hakim dapat menilai tingkat broken marriagenya untuk menjadi bahan pertimbangan dikabulkan atau tidak perkara perceraiannya.
C. Kesimpulan
Berdasarkan ide tersebut pada kedua jenis perkara di atas maka peta matematis dalam sebuah perkara dapat membantu hakim meyakinkan dirinya untuk memutuskan perkara dengan indikator yang jelas dan bersifat kalkulasi yang terukur.
Rumusan di atas silakan disesuaikan dengan pendapat dan keinginan masing-masing. Penulis hanya mencoba menterjemahkan ide dalam pikiran sehingga pada dasarnya rumusan di atas tentu lebih mungkin disempurnakan apabila serius di diskusikan secara kolektif. Selamat Mencoba.
D. Daftar Pustaka
– Nihil karena original pemikiran pribadi.